Senin, 30 Desember 2013

depresiasi

Depresiasi dalam akuntansi biasa disebut juga sebagai penyusutan, apa sih penyusutan itu dan seberapa pentingkah arti sebuah penyusutan? penyusutan adalah proses penyisihan sejumlah uang (biaya) atas harta/aset yang dipakai untuk menghasilkan pendapatan, atau bisa di artikan sebagai sejumlah biaya yang dikumpulkan dalam periode tertentu terhadap harta/aset yang dipakai dalam proses untuk mendapatkan pendapatan, akan tetapi ini bukan berarti pengumpulan sejumlah dana untuk mengganti aset.

sedikit ilustrasi tentang depresiasi / penyusutan, seorang pedagang tahu goreng yang berjualan tiap hari dia memperoleh laba Rp. 20.000,- berikut adalah teknik perhitungan yang dipakai oleh si pedagang untuk menghitung laba atau keuntungan tiap hari : harga jual 1 biji tahu goreng Rp 1000,- tiap hari dia berhasil menjual tahu ±100 buah, laba kotor diperoleh dengan rumus 1000 x 100 = Rp.100.000. (harga tahu x jumlah tahu terjual = laba kotor) berikut ini adalah cara untuk mengitung laba bersih, laba bersih = laba kotor - (harga beli tahu mentah + minyak goreng+bahan bakar untuk kompor), maka Rp.100.000 - (Rp.40.000+Rp.20.000+ Rp.20.000) = Rp. 20.000, jadi laba bersih yang diperoleh penjual tahu goreng tersebut adalah Rp.20.000, bagaimana dengan peralatan atau aset yang digunakan untuk memproduksi tahu seperti wajan dan kompor?? bukankah barang tersebut suatu saat akan rusak juga ??? dan tiap kali digunakan wajan dan kompor tersebut mengalami penurunan nilai dengan kata lain wajan dan kompor tersebut mengalami kerusakan sedikit demi sedikit hingga suatu saat tidak bisa dipakai lagi, dan sang penjual tahu harus membelinya lagi, seharusnya sang penjual tahu juga memasukkan biaya berkurangnya wajan dan kompor, biaya yang dikeluarkan untuk mengganti nilai berkurangnya wajan dan kompor inilah yang disebut sebagai biaya depresiasi atau biaya penyusutan, dengan begitu maka formula yang dipakai untuk menghitung laba bersih penjual tahu akan menjadi seperti ini, pendapatan kotor - (harga beli tahu mentah + minyak goreng + bahan bakar kompor + biaya penyusutan wajan & kompor) = laba bersih, maka Rp.100.000 - (Rp.40.000+Rp.20.000+Rp.20.000+Rp.250) = Rp.19.750. jadi laba bersih setelah dikurangi dengan biaya penyusutan menjadi Rp.19.750.

cara untuk menentukan besarnya biaya penyusutan atau biaya depresiasi ada beberapa metode karena contoh diatas perusahaan kecil menengah maka bisa menggunakan penyusutan garis lurus yaitu dengan menentukan berapa tahun wajan dan kompor tersebut dapat digunakan, berapa nilai sisa atau nilai residu dan harga beli dari kedua barang tersebut, misalkan wajan tersebut dapat dipakai sekitar 3 tahun, nilai sisa nya Rp.30.000, dan harga belinya Rp.300.000. maka biaya penyusutan = (harga beli - taksiran nilai sisa) ÷ taksiran umur kegunaan, dengan menggunakan rumus diatas dapat ditentukan nilai penyusutan untuk wajan dan kompor adalah (Rp.300.000 - Rp.30.000) ÷ 3 = Rp. 90.000, jika penjual tahu menghitung penghasilannya perhari maka Rp.90.000:12 (bulan ) = Rp.7.500:30(hari)=Rp.250, jadi biaya penyusutan perhari kompor dan wajan Rp.250 sehingga pada akhir tahun ketiga wajan dan kompor tersebut sudah habis masa pakainya akan tetapi si penjual tahu mempunyai uang Rp.300.000 ini merupakan total biaya penyusutan yang telah dikumpulkan selama 3 tahun, akan tetapi biaya penyusutan tidak dapat diartikan sebagai pengumpulan sejumlah dana untuk mengganti aset/aktiva/barang lama dengan aset yang baru, uang Rp.300.000 yang dipegang oleh si penjual tahu merupakan jumlah total biaya penyusutan (akumulasi biaya penyusutan) selama 3 tahun. bukan uang yang dikumpulkan selama 3 tahun untuk membeli wajan dan kompor baru

Metode garis lurus depresiasi:
\mbox{Biaya Depresiasi Tahunan} = {\mbox{Biaya Aktiva Tetap} - \mbox{Nilai Sisa} \over \mbox{Umur Manfaat Aset} (tahun)}

Berdasarkan pengaturan paragraf 58 PSAK 16 serta Pasal 11 ayat (3) UU PPh No. 17 tersebut, terlihat perbedaan syarat dimulainya penyusutan aktiva tetap secara akuntansi dan perpajakan dimana :
secara akuntansi, aktiva tetap (aset tetap) mulai disusutkan pada saat aktiva tersebut siap untuk digunakan
secara perpajakan, aktiva tetap mulai disusutkan pada bulan dilakukannya pengeluaran (pada saat diperoleh/dibeli).
Peraturan perpajakan mengijinkan penyusutan aktiva tetap dimulai saat digunakan (bukan saat diperoleh) dengan syarat harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Dirjen Pajak seperti yang diatur dalam UU PPh No. 17 Pasal 11 ayat (4) berikut ini :
“Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan”
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini dapat diberikan penegasan bahwa :
Penyusutan terhadap planting cost menurut peraturan perpajakan, sebagaimana halnya penyusutan terhadap harta/aktiva tetap lainnya yang tidak sedang dalam proses pengerjaan, dimulai pada tahun dilakukannya pengeluaran. Dalam hal penyusutan hendak dilakukan mulai pada tahun harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan atau pada tahun harta yang bersangkutan mulai menghasilkan, maka Wajib Pajak wajib mengajukan permohonan dan mendapat persetujuan Dirjen Pajak;
 Dalam hal dapat dibuktikan bahwa Wajib Pajak sama sekali belum membebankan penyusutan terhadap planting cost sampai dengan saat tanaman keras tersebut menghasilkan, maka atas permohonan Wajib Pajak, persetujuan Dirjen Pajak tersebut dapat berlaku retroaktif (berlaku surut).
Dengan contoh kasus di atas, mudah-mudahan bisa membantu kita untuk lebih memahami perbedaan syarat penyusutan aktiva tetap menurut akuntansi dengan perpajakan (Hrd)
Gedung
Semua pengeluaran yang berhubungan dengan pembelian atau pembangunan sebuah gedung harus dibebankan pada rekening gedung.
Apabila gedung dimiliki melalui pembelian, maka harga perolehan gedung meliputi harga tunai beli, biaya notaris, komisi perantara.
Namun seandainya gedung dibangun sendiri, harga perolehannya meliputi semua pengeluaran untuk membuat gedung, termasuk pembuatan saluran air dan listrik.
Contoh :
PT FGH membuat bangunan untuk service dan cuci kendaraan, maka harga perolehan gedung meliputi :
-          harga kontrak bangunan ditambah biaya perencanaan oleh arsitek.
-          Biaya untuk memperoleh IMB.
-          Pembuatan fasilitas pencucian
-          Selain itu, biaya bunga selama masa pembangunan juga harus ditambahkan pada harga perolehan gedung, apabila :
a.       Masa pembangunan mencangkup periode waktu yang panjang.
b.      Beban bunga cukup besar jumlahnya.
   Peralatan.
Harga perolehan peralatan terdiri dari :
1.      Harga beli tunai.
2.      Biaya pengangkutan, biaya asuransi selama dalam pengangkutan yang dibayar oleh pembeli.
3.      Biaya perakitan, pemasangan dan pengujian peralatan yang dibeli.
4.      Biaya balik nama.
Biaya pajak kendaraan tahunan dan asuransi kecelakan tidak termasuk harga perolehan. Pembayaran untuk perbaikan kerusakan dalam pengankutan dan biaya perakitan atau pemasngan yang dipandang tidak diperlukan juga tidak termasuk harga perolehan melainkan sebagai biaya atau kerugian.
Contoh.
PT ABC membeli truk dengan harga tunai Rp 12.000.000,- Pajak pertambahan nilai Rp. 1.200.000,- Pengecatan dan penulisan merek pada truk Rp. 500.000,-biaya balik nama Rp. 1.200.000,- Biaya pengurusan STNK Rp. 250.000,- dan premi asuransi kecelakan yang dibayar dimuka untuk 3 tahun Rp. 300.000,-
Harga perolehan truk :
            Hargai Tunai                           Rp. 12.000.000,-
            PPN                                         Rp.   1.200.000,-
            Pengecatan dan merk              Rp.      500.000,-
            Bea Balik Nama                      Rp.   1.200.000,-+
            Harga Perolehan Truk             Rp. 14.900.000,-
Pengeluaran untuk pengurusan STNK dan pembayaran asuransi kecelakan yang dibayar dimuka, tidak termasuk dalam harga perolehan.
Jurnalnya : Untuk mencatat pembelian truk dan pengeluaran lain untuk truk.
            Truk                                         14.900.000,-
            Pajak kendaraan                           250.000,-
            Asuransi Dibayar dimuka            600.000,-
            Kas                                                      15.750.000,-
Contoh lain.
PT DFG membeli mesin pabrik dengan harga tunai Rp. 50.000.000,-                PPN Rp. 3.000.000,- premi asuransi kecelakan dalam pengangkutan Rp. 500.000,- Pemasangan dan pengujian Rp. 1.000.000,- Biaya reparasi karena terjadi kesalahan dalam pemasangan Rp. 400.000,-
Harga perolehan mesin :
            Harga Tunai beli                                  Rp. 50.000.000,-
            PPN                                                     Rp.   3.000.000,-
            Asuransi Pengangkutan                      Rp.      500.000,-
            Pemasangan dan pengujian                 Rp.   1.000.000,-+
            Harga perolehan mesin                        Rp. 54.500.000,-
Biaya reparasi karena terjadi kesalahan dalam pemasangan tidak termasuk dalam harga perolehan. Jadi jurnalnya.  :
            Mesin pabrik                           Rp. 54.500.000.
            Kerugian Pemasangan mesin  Rp.      400.000.
             Kas                                                                  Rp. 54.900.000.
4  Konsep Depresiasi.
Depresiasi adalah proses pengalokasian harga perolehan aktiva tetap menjadi biaya selama masa manfaatnya dengan cara yang rasional dan sistematik.
Metode – metode Depresiasi :  Garis Lurus
   Saldo Menurun
    Jumlah angka – angka tahun
    Satuan Kegiatan
Depresiasi periodik didasarkan pada :
1.      Harga perolehan
2.      Nilai residu / nilai sisa adalah taksiran nilai tunai aktiva pada akhir masa manfaat aktiva tersebut.
3.      Masa manfaat / umur aktiva adalah jangka waktu pemakaian aktiva yang diharapkan oleh perusahaan.
Contoh :
Sebuah truk yang dibeli PT ABC pada tanggal 1 Januari 1990.
Harga perolehan                      Rp. 13.000.000,-
Taksiran nilai residu                Rp.   1.000.000,-
Taksiran masa manfaat                        5 Tahun
Taksiran satuan hasil                      100.000 km
  METODE GARIS LURUS
Dalam metode ini, beban depresiasi periodik sepanjang masa pemakaian aktiva sama besarnya.
Rumusnya :
Harga Perolehan didepresiasi  : Masa Manfaat           = Biaya depresiasi


Harga perolehan yang didepresiasi adalah harga perolehan dikurangi dengan nilai residu.
Rp 12.000.000,- : 5 = Rp 2.400.000,-
Depresiasi bisa juga dinyatakan dalam bentuk tarif deprsesiasi pertahun. Dalam contoh di atas, tarif depresiasi per tahun adalah 20 % ( 100 % : 5 ).
                  Perhitungan                                                            Akhir Tahun
Tahun
Harga Perolehan  X Tarif              = Biaya Depresiasi   Akumulasi     Nilai
Didepresiai              Depresiasi         Pertahun               Depresiasi       Buku
1990
1991
1992
1993
1994
12.000.000
12.000.000
12.000.000
12.000.000
12.000.000
20 %
20%
20%
20%
20%
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
4.800.000
7.200.000
9.600.000
12.000.000
10.600.000 *)          8.200.000
5.800.000
3.400.000
1.000.000

*) 13.000.000 – 2.400.000 = 10.600.000.
 METODE SALDO MENURUN
Pada metode ini, biaya depresiasi dari tahun ketahun semakin menurun, karena perhitungan biaya depresiasi periodik didasarkan pada nilai buku ( harga perolehan dikurangi dengan akumulasi depresiasi ) aktiva yang semakin menurun dari tahun ke tahun.
Biaya depresiasi pertahun dihitung dengan cara mengalikan nilai buku aktiva pada awal tahun dengan tarif depresiasi.
Tarif depresiasinya adalah tarif metode garis lurus dikalikan dua.
                  Perhitungan                                                            Akhir Tahun
Tahun
Harga Perolehan  X Tarif              = Biaya Depresiasi   Akumulasi     Nilai
Didepresiai              Depresiasi         Pertahun               Depresiasi       Buku
1990
1991
1992
1993
1994
13.000.000
  7.800.000
  4.680.000
  2.808.000
  1.685.000
40 %
40%
40%
40%
40%
5.200.000
3.120.000
1.872.000
1.123.000
   685.000 *)
  5.200.000
  8.832.000
10.192.000
11.315.000
12.000.000
7.800.000
4.680.000
2.808.000
1.685.000
1.000.000
*) 1.685.000 X 40 % = 674.000 dibulatkan menjadi 685.000.
  METODE JUMLAH  ANGKA – ANGKA TAHUN
Dalam metode ini tarif depresiasi didasarkan pada suatu pecahan yang :
a.         Pembilangnya adalah tahun – tahun pemakaian aktiva yang masih tersisa sejak awal tahun
b.         Penyebutnya adalah jumlah tahun – tahun sejak tahun pertama hingga tahun pemakaian terakhir
Untuk aktiva yang ditaksir berumur ekonomis 5 tahun, maka jumlah angka tahunnya adalah 15 ( 1 + 2 + 3 + 4 + 5 )




                  Perhitungan                                                            Akhir Tahun
Tahun
Harga Perolehan  X Tarif              = Biaya Depresiasi   Akumulasi     Nilai
Didepresiai              Depresiasi         Pertahun               Depresiasi       Buku
1990
1991
1992
1993
1994
12.000.000
12.000.000
12.000.000
12.000.000
12.000.000
5/15
4/15
3/15
2/15
1/15
4.000.000
3.200.000
2.400.000
1.600.000
   800.000
4.000.000
7.200.000
9.600.000
11.200.000
12.000.000
 9.000.000 *)
 5.800.000
3.400.000
1.800.000
1.000.000
*) 13.000.000 – 4.000.000 = 9.000.000
 METODE SATUAN HASIL
Dalam metode ini, masa pemakaian aktiva tidak dinyatakan dengan jangka waktu, melainkan dengan jumlah satuan ( unit ) yang dapat dihasilkan oleh aktiva yang bersangkutan.
Contoh.
Truk yang dibeli PT ABC diperkirakan akan dapat digunakan sejauh 100.000 km. Pada tahun pertama truk digunakan 15.000 km, tahun kedua 30.000 km, tahun ketiga 20.000 km, tahun ke empat 25.000, tahun ke lima 10.000 km.
Rumus :
Harga perolehan didpresiasi : Jumlah Satuan Kegiatan = Biaya Depresiasi persatuan
                  12.000.000 : 100  = 120


                  Perhitungan                                                            Akhir Tahun
Tahun
Satuan                  X Tarif      = Biaya Depresiasi   Akumulasi          Nilai
Hasil                    Depresiasi         Pertahun               Depresiasi       Buku
1990
1991
1992
1993
1994
15.000
30.000
20.000
25.000
10.000
120
120
120
120
120
1.800.000
3.600.000
2.400.000
3.000.000
1.200.000
1.800.000
5.400.000
7.800.000
10.800.000
12.000.000
 11.200.000 *)
 7.600.000
5.200.000
2.200.000
1.000.000
*) 13.000.000 – 1.800.000 = 11.200.000
sumber: