Minggu, 16 Desember 2012

PERTAMBANGAN


PERTAMBANGAN INDONESIA
Meskipun sarat risiko dan kurang didukung iklim usaha yang kondusif,  namun usaha pertambangan di Indonesia tetap memiliki daya tarik tinggi di kalangan investor, termasuk asing. Messe Muenchen Internasional (MMI), selaku  penyelenggara International Trade Fair asal Jerman, tahun ini menggelar pameran internasional “ConBuild Mining 2012” di Indonesia yang diharapkan  bisa makin menggairahkan industri  ini.
Setelah sukses menggelar pameran alat produksi mesin pertambangan, konstruksi dan teknologi lingkungan di beberapa negara, seperti China dan India, MMI tahun ini memilih Indonesia sebagai negara partner untuk penyelenggaraan pameran serupa.

Tidak tangung-tanggung, MMI menghadirkan produsen alat berat tambang, konstruksi dan infrastruktur  berskala internasional. Sekitar 200 perusahaan merek-merek ternama dari 19 negara, ikut meramaikan pameran yang digelar selama empat hari sejak 2 Mei 2012, di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta. Di antaranya dari Jerman, China, Korea, Singapura, Belgia, Malaysia, Jepang Italia, Jepang, dan Negara lain termasuk Indonesia.
Merek ternama yang hadir seperti, Volvo Construction Equipment (Volvo CE), TRXBuild, Mitsubishi Materials Corporation, Noahtech Co.ltd, Weiler Gmbh, Echo Engineering, Shaorui Heavy Industries Co. ltd, ACE Instrument Co., ltd, serta beberapa brand ternama lain. Produk yang dipamerkan meliputi excavator hidrolik, sekop dan truk besar, forklift, crawler crane, mobile crane, serta mesin-mesin alat berat untuk industri tambang, konstruksi dan pekerjaan infrastruktur. Sebab dalam irtu juga dihadirkan produk inovatif dengan tema “Renewables Indonesia 2012”. Peserta dari Jerman  misalnya akan memamerkan teknologi, peralatan dan layanan tingkat tinggi mutakhir bagi pemain industri kontruksi, tambang dan infrastruktur.
“Ini merupakan  kesempatan baik bagi para pelaku usaha di Indonesia untuk melihat langsung tren teknologi terbaru untuk mendukung  usaha mereka. Bagi produsen atau exhibitor, kesempatan ini juga menjadi  platform penting dalam upaya mengenalkan produk terbaru mereka,” ujar Ronald Unterburger, Managing Director & CEO Asia Pasifik MMI Pte Ltd, dalam saat jumpa pers di Jakarta, baru-baru ini.
Menurutnya pameran serupa juga pernah diadakan tahun lalu di Indonesia. Ketika itu, antusias pengunjung sangat tinggi dan mampu membukuan transaksi yang signifikan. Tahun ini pihaknya lebih optimistis, karena jumlah exhibitor 30% lebih banyak dan juga didukung promosi yang lebih gencar di sejumlah daerah, terutama penghasil tambang. Namum pihaknya tak memiliki data nilai penjualannya, karena masing-masing peserta pameran tidak melaporkan ke penyelenggara. “Tapi saya optimistis berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya, transaksi tahun ini bisa lebih tinggi. Sebab potensi tambang dan peluang investasinya di Indonesia masih sangat besar. Itulah makanya pameran ini kami adakan kembali di sini,” kilah Ronald.
Ditambahkan, event ini juga menjadi kesempatan berharga untuk mengetahui dinamikan  berbagai proyek, investasi di Indonesia, baik di sektor publik maupun swasta.  Sebab dalam kesempatan itu juga diadakan conference yang membahas berbagai dinamika di industri ini dengan menghadirkan para pakar di bidangnya, tokoh asosiasi pengusaha, serta para pejabat pemerintah. Seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pekerjaan Umum (PU), dan Kementerian Perdagangan, Kantor BKPM, seerta Kementerian (Menko) Polhukam. Kegiatan conference penting yang diadakan di antaranya “CEO Mining Gathering & Conference”, dan “PU Day seminar” yang juga diisi peluncuran “Sistem Informasi Sumber Daya Investasi (SISDI)” yang juga membahas pasar konstruksi yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Pusat, APBD (daerah), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maupun kalangan swasta.
Sementara itu, Sufrin Hannan, Sekjen Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo)  menyatakan, pameran ini sangat tepat di tengah keinginan para pengusaha meningkatkan produksinya. Apalagi beberapa komoditas tambang, permintaannya terus meningkat di pasar internasional dengan harga yang makin membaik. Bahkan berbagai hasil tambang dari Indonesia juga sudah berhasil memainkan peran yang banyak diperhitungkan buyer di pasar internasional. Seperti tambang batu bara Indonesia yang dikenal memiliki kadar dan kualitas tinggi. “Di pasar internasional, Indonesia dikenal sebagai eksportir batu bara terbesar dengan produk berkualitas tinggi. Dari sekitar 360 juta ton produksi batu bara Indonesia saat ini, sebanyak 70% di antaranya di serap pasar ekspor. Antusiasme peserta ini menunjukkan bahwa potensi tambang Indonesia memang masih sangat menarik,” ujarnya.
Tak hanya batu bara, hasil tambang  seperti emas, biji besi, timah, juga sudah dikenal luas di pasar dunia.  Potensi dan kekayaan tambang Indonesia, menurut data Indonesia Mining Asosiation (IMA), secara umum menduduki peringkat keenam (6) terkaya di dunia. Seperti tambang emas, biji besi, logam mulia, mineral, batu bara, minyak bumi, gas bumi, timah, serta berbagai hasil tambang lainnya. Tak ayal,  jika Indonesia sudah lama menjadi incaran para investor asing.
Namun kata Sufrin Hannan, berbagai kendala juga masih menyelimuti industri pertambangan ini, sehingga potensi tersebut belum bisa dikembangkan secara optimal. Salah satunya karena keterbatasan alat produksi dan teknologi pendukungnya. Selain itu, diakui, di bidang pertambangan masih banyak hal yang harus dibenahi. Di antaranya menyangkut regulasi dari pemerintah, perizinan, jaminan keamanan, kepastian hukum, dan aspek lain terkait usaha ini. Termasuk masalah sosial lingkungan seperti tumpang tindih lahan yang kerap menimbulkan persoalan pelik, antara perusahaan tambang dengan warga sekitar.
Berbagai kebijakan yang ada juga kerap mengundang keresahan dan ketidakpastian, termasuk implementasi Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.  Seperti adanya upaya mendata ulang sejumlah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang akan ditinjau dan direnegosiasi terkait lahan dan besaran royalti. Begitu pula adanya keharuasan divestasi sebsar 51% setelah lima (5) tahun berproduksi, larangan ekspor mineral tanpa diolah, serta hal lain yang akan mempengaruhi perhitungan keekonomian usaha tambang. “Belum lagi masalah pajak yang juga memberatkan.
Termasuk masalah mesin dan alat berat yang seharusnya masuk kategori alat produksi, namun diperlakukan sebagai kendaraan bermotor yang harus membayar pajak seperti asset kendaraan. Begitu pula masalah gangguan keamanan yang sering muncul di sekitar lingkungan tambang. Hal-hal seperti ini, sudah barang tentu akan mempengaruhi investor,” ujarnya.
Berbagai persoalan itu sengaja dibahas dalam “CEO Mining Gathering & Conference” dengan mengambil tema “Reframing Indonesian Mining Development for National Prosperity-Membingkai Ulang Pembangunan Pertambangan Indonesia Bagi Kesejahteraan  Nasional”. Diharapkan pertemuan yang menghadirkan pejabat pemerintah dari lintas sektoral ini bisa memberikan solusi yang lebih baik di masa mendatang. Sebab untuk sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan seluruh produk hukum yang berkenaan sektor pertambangan, diperlukan dukungan bersama yang sifatnya lintas sektoral, baik pusat maupun daerah.
Dengan penciptaan iklim usaha yang makin kondusif, diharapkan tambang bisa makin memainkan peran dalam menggerakkan roda ekonomi nasional dan memberikan andil bagi kesejahteraan masyarakat. Maklum, selama ini sektor pertambangan telah memberikan adnil besar bagi roda perekonomian. Di antaranya dari kontribusi penerimaan negara baik dari devisa ekspor maupun pajak. Ditjen Pajak misalnya, tahun ini mentargetkan penerimaan pajak dari sektor pertambangan sebesar Rp 80 triliun dan penerimaan pajak dari sektor migas sebesar Rp 64 triliun. Namun karena tambang merupakan sumberdaya alam yang tak terbarukan, pengelolaanya pun harus efisien, transparan, berkelanjutan, serta berwawasan lingkungan. (ACH)

sumber :http://www.eksekutif.co.id/gaya-hidup/entertaiment/575-tambang-indonesia-tetap-menggoda.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar