Depresiasi dalam akuntansi biasa disebut juga
sebagai penyusutan, apa sih penyusutan itu dan seberapa pentingkah arti sebuah
penyusutan? penyusutan adalah proses penyisihan sejumlah uang (biaya) atas
harta/aset yang dipakai untuk menghasilkan pendapatan, atau bisa di artikan
sebagai sejumlah biaya yang dikumpulkan dalam periode tertentu terhadap
harta/aset yang dipakai dalam proses untuk mendapatkan pendapatan, akan tetapi
ini bukan berarti pengumpulan sejumlah dana untuk mengganti aset.
sedikit ilustrasi tentang depresiasi / penyusutan, seorang
pedagang tahu goreng yang berjualan tiap hari dia memperoleh laba Rp. 20.000,-
berikut adalah teknik perhitungan yang dipakai oleh si pedagang untuk
menghitung laba atau keuntungan tiap hari : harga jual 1 biji tahu goreng Rp
1000,- tiap hari dia berhasil menjual tahu ±100 buah, laba kotor diperoleh
dengan rumus 1000 x 100 = Rp.100.000. (harga tahu x jumlah tahu terjual = laba
kotor) berikut ini adalah cara untuk mengitung laba bersih, laba bersih = laba
kotor - (harga beli tahu mentah + minyak goreng+bahan bakar untuk kompor), maka
Rp.100.000 - (Rp.40.000+Rp.20.000+ Rp.20.000) = Rp. 20.000, jadi laba bersih
yang diperoleh penjual tahu goreng tersebut adalah Rp.20.000, bagaimana dengan
peralatan atau aset yang digunakan untuk memproduksi tahu seperti wajan dan
kompor?? bukankah barang tersebut suatu saat akan rusak juga ??? dan tiap kali
digunakan wajan dan kompor tersebut mengalami penurunan nilai dengan kata lain
wajan dan kompor tersebut mengalami kerusakan sedikit demi sedikit hingga suatu
saat tidak bisa dipakai lagi, dan sang penjual tahu harus membelinya lagi,
seharusnya sang penjual tahu juga memasukkan biaya berkurangnya wajan dan
kompor, biaya yang dikeluarkan untuk mengganti nilai berkurangnya wajan dan
kompor inilah yang disebut sebagai biaya depresiasi atau biaya penyusutan,
dengan begitu maka formula yang dipakai untuk menghitung laba bersih penjual
tahu akan menjadi seperti ini, pendapatan kotor - (harga beli tahu mentah +
minyak goreng + bahan bakar kompor + biaya penyusutan wajan & kompor) =
laba bersih, maka Rp.100.000 - (Rp.40.000+Rp.20.000+Rp.20.000+Rp.250) =
Rp.19.750. jadi laba bersih setelah dikurangi dengan biaya penyusutan menjadi
Rp.19.750.
cara untuk menentukan besarnya biaya penyusutan atau biaya
depresiasi ada beberapa metode karena contoh diatas perusahaan kecil
menengah maka bisa menggunakan penyusutan garis lurus yaitu dengan menentukan
berapa tahun wajan dan kompor tersebut dapat digunakan, berapa nilai sisa atau nilai
residu dan harga beli dari kedua barang tersebut, misalkan wajan tersebut dapat
dipakai sekitar 3 tahun, nilai sisa nya Rp.30.000, dan harga belinya
Rp.300.000. maka biaya penyusutan = (harga beli - taksiran nilai sisa) ÷
taksiran umur kegunaan, dengan menggunakan rumus diatas dapat ditentukan nilai
penyusutan untuk wajan dan kompor adalah (Rp.300.000 - Rp.30.000) ÷ 3 = Rp.
90.000, jika penjual tahu menghitung penghasilannya perhari maka Rp.90.000:12
(bulan ) = Rp.7.500:30(hari)=Rp.250, jadi biaya penyusutan perhari kompor dan
wajan Rp.250 sehingga pada akhir tahun ketiga wajan dan kompor tersebut sudah
habis masa pakainya akan tetapi si penjual tahu mempunyai uang Rp.300.000 ini
merupakan total biaya penyusutan yang telah dikumpulkan selama 3 tahun, akan tetapi
biaya penyusutan tidak dapat diartikan sebagai pengumpulan sejumlah dana untuk
mengganti aset/aktiva/barang lama dengan aset yang baru, uang Rp.300.000 yang
dipegang oleh si penjual tahu merupakan jumlah total biaya penyusutan
(akumulasi biaya penyusutan) selama 3 tahun. bukan uang yang dikumpulkan selama
3 tahun untuk membeli wajan dan kompor baru
Metode garis lurus depresiasi:
Berdasarkan pengaturan paragraf 58 PSAK 16 serta Pasal 11
ayat (3) UU PPh No. 17 tersebut, terlihat perbedaan syarat dimulainya
penyusutan aktiva tetap secara akuntansi dan perpajakan dimana :
secara akuntansi, aktiva tetap (aset tetap) mulai disusutkan
pada saat aktiva tersebut siap untuk digunakan
secara perpajakan, aktiva tetap mulai disusutkan pada bulan
dilakukannya pengeluaran (pada saat diperoleh/dibeli).
Peraturan perpajakan mengijinkan penyusutan aktiva tetap
dimulai saat digunakan (bukan saat diperoleh) dengan syarat harus mendapat
persetujuan terlebih dahulu dari Dirjen Pajak seperti yang diatur dalam UU PPh
No. 17 Pasal 11 ayat (4) berikut ini :
“Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak
diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta
yang bersangkutan mulai menghasilkan”
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini
dapat diberikan penegasan bahwa :
Penyusutan terhadap planting cost menurut peraturan
perpajakan, sebagaimana halnya penyusutan terhadap harta/aktiva tetap lainnya
yang tidak sedang dalam proses pengerjaan, dimulai pada tahun dilakukannya pengeluaran.
Dalam hal penyusutan hendak dilakukan mulai pada tahun harta tersebut digunakan
untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan atau pada tahun harta
yang bersangkutan mulai menghasilkan, maka Wajib Pajak wajib mengajukan
permohonan dan mendapat persetujuan Dirjen Pajak;
Dalam hal dapat dibuktikan bahwa Wajib Pajak sama
sekali belum membebankan penyusutan terhadap planting cost sampai dengan saat
tanaman keras tersebut menghasilkan, maka atas permohonan Wajib Pajak,
persetujuan Dirjen Pajak tersebut dapat berlaku retroaktif (berlaku surut).
Dengan contoh kasus di atas, mudah-mudahan bisa membantu
kita untuk lebih memahami perbedaan syarat penyusutan aktiva tetap menurut
akuntansi dengan perpajakan (Hrd)
Gedung
Semua pengeluaran yang berhubungan dengan pembelian atau
pembangunan sebuah gedung harus dibebankan pada rekening gedung.
Apabila gedung dimiliki melalui pembelian, maka harga
perolehan gedung meliputi harga tunai beli, biaya notaris, komisi perantara.
Namun seandainya gedung dibangun sendiri, harga perolehannya
meliputi semua pengeluaran untuk membuat gedung, termasuk pembuatan saluran air
dan listrik.
Contoh :
PT FGH membuat bangunan untuk service dan cuci kendaraan,
maka harga perolehan gedung meliputi :
- harga
kontrak bangunan ditambah biaya perencanaan oleh arsitek.
- Biaya
untuk memperoleh IMB.
- Pembuatan
fasilitas pencucian
- Selain
itu, biaya bunga selama masa pembangunan juga harus ditambahkan pada harga
perolehan gedung, apabila :
a. Masa pembangunan
mencangkup periode waktu yang panjang.
b. Beban bunga cukup
besar jumlahnya.
Peralatan.
Harga perolehan peralatan terdiri dari :
1. Harga beli tunai.
2. Biaya pengangkutan,
biaya asuransi selama dalam pengangkutan yang dibayar oleh pembeli.
3. Biaya perakitan,
pemasangan dan pengujian peralatan yang dibeli.
4. Biaya balik nama.
Biaya pajak kendaraan tahunan dan asuransi kecelakan tidak
termasuk harga perolehan. Pembayaran untuk perbaikan kerusakan dalam
pengankutan dan biaya perakitan atau pemasngan yang dipandang tidak diperlukan
juga tidak termasuk harga perolehan melainkan sebagai biaya atau kerugian.
Contoh.
PT ABC membeli truk dengan harga tunai Rp 12.000.000,- Pajak
pertambahan nilai Rp. 1.200.000,- Pengecatan dan penulisan merek pada truk Rp.
500.000,-biaya balik nama Rp. 1.200.000,- Biaya pengurusan STNK Rp. 250.000,-
dan premi asuransi kecelakan yang dibayar dimuka untuk 3 tahun Rp. 300.000,-
Harga perolehan truk :
Hargai
Tunai
Rp.
12.000.000,-
PPN
Rp. 1.200.000,-
Pengecatan dan merk
Rp. 500.000,-
Bea Balik Nama
Rp.
1.200.000,-+
Harga Perolehan Truk
Rp.
14.900.000,-
Pengeluaran untuk pengurusan STNK dan pembayaran asuransi
kecelakan yang dibayar dimuka, tidak termasuk dalam harga perolehan.
Jurnalnya : Untuk mencatat pembelian truk dan pengeluaran
lain untuk truk.
Truk
14.900.000,-
Pajak
kendaraan
250.000,-
Asuransi Dibayar dimuka
600.000,-
Kas
15.750.000,-
Contoh lain.
PT DFG membeli mesin pabrik dengan harga tunai Rp.
50.000.000,-
PPN Rp. 3.000.000,- premi asuransi kecelakan dalam pengangkutan Rp. 500.000,-
Pemasangan dan pengujian Rp. 1.000.000,- Biaya reparasi karena terjadi
kesalahan dalam pemasangan Rp. 400.000,-
Harga perolehan mesin :
Harga Tunai
beli
Rp. 50.000.000,-
PPN
Rp. 3.000.000,-
Asuransi
Pengangkutan
Rp. 500.000,-
Pemasangan dan
pengujian Rp.
1.000.000,-+
Harga perolehan
mesin
Rp. 54.500.000,-
Biaya reparasi karena terjadi kesalahan dalam pemasangan
tidak termasuk dalam harga perolehan. Jadi jurnalnya. :
Mesin
pabrik
Rp. 54.500.000.
Kerugian Pemasangan mesin Rp. 400.000.
Kas
Rp. 54.900.000.
4 Konsep Depresiasi.
Depresiasi adalah proses pengalokasian harga perolehan
aktiva tetap menjadi biaya selama masa manfaatnya dengan cara yang rasional dan
sistematik.
Metode – metode Depresiasi : Garis Lurus
Saldo Menurun
Jumlah angka – angka tahun
Satuan Kegiatan
Depresiasi periodik didasarkan pada :
1. Harga perolehan
2. Nilai residu / nilai
sisa adalah taksiran nilai tunai aktiva pada akhir masa manfaat aktiva
tersebut.
3. Masa manfaat / umur
aktiva adalah jangka waktu pemakaian aktiva yang diharapkan oleh perusahaan.
Contoh :
Sebuah truk yang dibeli PT ABC pada tanggal 1 Januari 1990.
Harga
perolehan
Rp. 13.000.000,-
Taksiran nilai
residu
Rp. 1.000.000,-
Taksiran masa
manfaat
5 Tahun
Taksiran satuan
hasil
100.000 km
METODE GARIS LURUS
Dalam metode ini, beban depresiasi periodik sepanjang masa
pemakaian aktiva sama besarnya.
Rumusnya :
|
Harga perolehan yang didepresiasi adalah harga perolehan
dikurangi dengan nilai residu.
Rp 12.000.000,- : 5 = Rp 2.400.000,-
Depresiasi bisa juga dinyatakan dalam bentuk tarif
deprsesiasi pertahun. Dalam contoh di atas, tarif depresiasi per tahun adalah
20 % ( 100 % : 5 ).
Perhitungan
Akhir Tahun
|
|||||
Tahun
|
Harga Perolehan X
Tarif
= Biaya Depresiasi Akumulasi Nilai
Didepresiai
Depresiasi
Pertahun
Depresiasi Buku
|
||||
1990
1991
1992
1993
1994
|
12.000.000
12.000.000
12.000.000
12.000.000
12.000.000
|
20 %
20%
20%
20%
20%
|
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
2.400.000
|
2.400.000
4.800.000
7.200.000
9.600.000
12.000.000
|
10.600.000 *)
8.200.000
5.800.000
3.400.000
1.000.000
|
*) 13.000.000 – 2.400.000 = 10.600.000.
METODE SALDO MENURUN
Pada metode ini, biaya depresiasi dari tahun ketahun semakin
menurun, karena perhitungan biaya depresiasi periodik didasarkan pada nilai
buku ( harga perolehan dikurangi dengan akumulasi depresiasi ) aktiva yang
semakin menurun dari tahun ke tahun.
Biaya depresiasi pertahun dihitung dengan cara mengalikan
nilai buku aktiva pada awal tahun dengan tarif depresiasi.
Tarif depresiasinya adalah tarif metode garis lurus
dikalikan dua.
Perhitungan
Akhir Tahun
|
|||||
Tahun
|
Harga Perolehan X
Tarif
= Biaya Depresiasi Akumulasi Nilai
Didepresiai
Depresiasi
Pertahun
Depresiasi Buku
|
||||
1990
1991
1992
1993
1994
|
13.000.000
7.800.000
4.680.000
2.808.000
1.685.000
|
40 %
40%
40%
40%
40%
|
5.200.000
3.120.000
1.872.000
1.123.000
685.000 *)
|
5.200.000
8.832.000
10.192.000
11.315.000
12.000.000
|
7.800.000
4.680.000
2.808.000
1.685.000
1.000.000
|
*) 1.685.000 X 40 % = 674.000 dibulatkan menjadi 685.000.
METODE JUMLAH ANGKA – ANGKA TAHUN
Dalam metode ini tarif depresiasi didasarkan pada suatu
pecahan yang :
a. Pembilangnya
adalah tahun – tahun pemakaian aktiva yang masih tersisa sejak awal tahun
b. Penyebutnya
adalah jumlah tahun – tahun sejak tahun pertama hingga tahun pemakaian terakhir
Untuk aktiva yang ditaksir berumur ekonomis 5 tahun, maka
jumlah angka tahunnya adalah 15 ( 1 + 2 + 3 + 4 + 5 )
Perhitungan
Akhir Tahun
|
|||||
Tahun
|
Harga Perolehan X
Tarif
= Biaya Depresiasi Akumulasi Nilai
Didepresiai
Depresiasi
Pertahun
Depresiasi Buku
|
||||
1990
1991
1992
1993
1994
|
12.000.000
12.000.000
12.000.000
12.000.000
12.000.000
|
5/15
4/15
3/15
2/15
1/15
|
4.000.000
3.200.000
2.400.000
1.600.000
800.000
|
4.000.000
7.200.000
9.600.000
11.200.000
12.000.000
|
9.000.000 *)
5.800.000
3.400.000
1.800.000
1.000.000
|
*) 13.000.000 – 4.000.000 = 9.000.000
METODE SATUAN HASIL
Dalam metode ini, masa pemakaian aktiva tidak dinyatakan
dengan jangka waktu, melainkan dengan jumlah satuan ( unit ) yang dapat
dihasilkan oleh aktiva yang bersangkutan.
Contoh.
Truk yang dibeli PT ABC diperkirakan akan dapat digunakan
sejauh 100.000 km. Pada tahun pertama truk digunakan 15.000 km, tahun kedua
30.000 km, tahun ketiga 20.000 km, tahun ke empat 25.000, tahun ke lima 10.000
km.
Rumus :
Harga perolehan didpresiasi : Jumlah Satuan Kegiatan = Biaya
Depresiasi persatuan
12.000.000 : 100 = 120
Perhitungan
Akhir
Tahun
|
|||||
Tahun
|
Satuan
X Tarif = Biaya Depresiasi
Akumulasi Nilai
Hasil
Depresiasi
Pertahun
Depresiasi Buku
|
||||
1990
1991
1992
1993
1994
|
15.000
30.000
20.000
25.000
10.000
|
120
120
120
120
120
|
1.800.000
3.600.000
2.400.000
3.000.000
1.200.000
|
1.800.000
5.400.000
7.800.000
10.800.000
12.000.000
|
11.200.000 *)
7.600.000
5.200.000
2.200.000
1.000.000
|
*) 13.000.000 – 1.800.000 = 11.200.000
sumber: